QAYYUMNEWS.ID, Jakarta-Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melantik Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menggantikan Hadi Tjahjanto yang digeser menjadi Menko Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam).
“Demi Allah saya bersumpah. Bahwa saya, akan setia kepada UUD Negara RI tahun 1945, serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi dharma bakti saya kepada bangsa dan negara,” kata Jokowi membacakan sumpah diikuti AHY di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2024).
Sah menjabat sebagai Menteri ATR/BPN, AHY tentu akan mendapatkan sejumlah fasilitas dari negara termasuk gaji dan tunjangan. Lantas berapa besaran gaji dan tunjangan yang akan diterima AHY?
Perlu diketahui, gaji seorang menteri telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2000. Dalam aturan ini, semua menteri negara menerima gaji pokok sebesar Rp 5.040.000 per bulan. Besaran ini belum mengalami kenaikan dalam 24 tahun terakhir.
“Kepada Menteri Negara diberikan gaji pokok sebesar Rp 5.040.000,00 sebulan,” tulis Pasal 2 PP 60 Tahun 2000.
Selain gaji, sebagai menteri tentu AHY akan mendapatkan sejumlah tunjangan yang telah diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) No 68 Tahun 2001. Dalam aturan itu tertulis para petinggi Kementerian ini berhak mendapatkan tunjangan jabatan hingga Rp 13.608.000 per bulan.
Menteri Negara, Jaksa Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia dan Pejabat lain yang kedudukannya atau pengangkatannya setingkat atau disetarakan dengan Menteri Negara adalah sebesar Rp 13.608.000,00,” tulis Pasal 1 Ayat (2) bagian e aturan itu.
Bila ditotal seorang Menteri negara, termasuk AHY yang baru menjabat sebagai Menteri ATR/BPN bisa membawa pulang sekitar Rp 18.648.000 per bulan. Namun, angka ini belum menghitung tunjangan lainnya maupun dana operasional yang diperoleh Menteri.
Dalam catatan detikcom menurut beberapa mantan pejabat, dana operasional ini bisa mencapai Rp 100-150 juta. Namun perlu dicatat tunjangan atau dana operasional yang diperoleh oleh menteri ini hanya dipergunakan untuk membiayai kegiatannya sebagai pemimpin negara dan bukan untuk kepentingan pribadi.
Meskipun biasanya lebih besar dari gaji dan tunjangan, dana operasional ini tidak masuk dalam komponen take home pay. Sehingga dana yang tidak digunakan akan dikembalikan kepada negara dan tidak bisa dicairkan untuk ‘dibawa pulang’.
Di luar itu para menteri negara juga mendapat tunjangan lain yang sama dengan PNS pada umumnya, serta fasilitas berupa rumah dan mobil dinas.
Hal ini mengacu pada PP 50 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Menteri Negara Dan Bekas Menteri Negara Serta Janda/Dudanya. (*)
sumber: detik.com